Korporasi Tak Tersentuh Hukum, GMPI Serukan Penindakan Tegas pada Penguasa Lahan Ilegal

PEKANBARU – Gerakan Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (GMPI) mengkritisi ketimpangan dalam proses penegakan hukum terkait penguasaan lahan negara dan kawasan hutan. Mereka menyoroti bagaimana masyarakat kecil sering menjadi sasaran penindakan, sementara sejumlah korporasi besar tidak tersentuh hukum.
Koordinator GMPI se-Indonesia, Daniel Simanjuntak, menyatakan dukungannya terhadap kinerja Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dalam menertibkan kawasan hutan, khususnya di Taman Nasional Teso Nilo (TNTN). Namun, ia mendesak Satgas PKH untuk lebih fokus pada perusahaan-perusahaan besar yang diduga kuat menguasai lahan secara ilegal.
"GMPI telah membahas masalah ini bersama pengurus dari berbagai daerah di Jakarta. Kami siap membantu Satgas PKH dalam menginvestigasi korporasi yang terlibat, namun penegakan hukum harus dilakukan secara adil. Jangan sampai hukum hanya tegas terhadap masyarakat kecil, sementara tumpul terhadap korporasi," tegas Daniel kepada wartawan pada Selasa (15/7/2025) di Pekanbaru.
Daniel mengungkapkan contoh kasus beberapa perusahaan yang lahannya sudah disita oleh Satgas PKH, seperti PT IS, PT MUP, dan PT SMA. Meskipun sudah disita, belum ada proses hukum yang diambil terhadap pemilik atau direksi perusahaan-perusahaan tersebut.
"Satgas PKH harus berani mengevaluasi izin perusahaan dan mencocokkan dengan peruntukannya. Jika ditemukan pelanggaran, tindakan hukum harus dilakukan, tidak hanya sebatas penyitaan lahan," ujar Daniel. Sebagai perbandingan, ia mencontohkan kasus PT Duta Palma yang tidak hanya berujung pada penyitaan aset, tetapi juga proses hukum terhadap pemilik perusahaan yang dijatuhi hukuman pidana.
"Penanganan kasus Duta Palma seharusnya menjadi standar bagi Satgas PKH dalam menangani kasus serupa di TNTN," imbuhnya. Daniel menegaskan, "Jangan berhenti hanya di tahap penyitaan. Satgas harus berani bertindak hingga ke pemilik atau manajemen perusahaan. Pemilik Duta Palma sudah dipenjara, mengapa perusahaan lain seperti PT IS, PT MUP, dan PT SMA belum diproses hukum?"
Di sisi lain, Daniel juga menyoroti praktik korporasi yang sengaja membentuk banyak perusahaan untuk menguasai lahan dan menggunakan oknum masyarakat untuk mengelola lahan secara ilegal. Tujuannya agar ketika terjadi konflik atau penindakan, masyarakat yang menjadi korban sementara perusahaan bisa cuci tangan.
"Modus seperti ini sudah lama terjadi. Masyarakat dijadikan tameng. Maka, Satgas PKH harus membongkar siapa aktor utama di balik konflik lahan tersebut," jelasnya.
Karena itu, GMPI meminta pemerintah dan Satgas PKH untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin korporasi, termasuk April Grup, Sinarmas, dan Asian Agri. Jika ditemukan penyalahgunaan izin atau penguasaan lahan yang tidak sesuai peruntukannya, maka proses hukum harus dijalankan secara menyeluruh.
"Satgas PKH jangan berhenti hanya pada penyitaan. Proses hukum terhadap pemilik dan pengendali korporasi harus ditegakkan. Jangan ada standar ganda dalam penegakan hukum. Jangan sampai ketika masyarakat langsung diproses hukum, tetapi korporasi malah diabaikan," ujar Daniel.
GMPI juga menyatakan kesiapan mereka untuk membantu tim Satgas PKH dalam menginventarisir korporasi yang terlibat. "Kami siap membantu Satgas dalam menginventarisir, jika memang dibutuhkan," pungkas Daniel.
Komentar Via Facebook :